‘Skill’ Kok Njiplak!

Beberapa hari kemarin, saya kembali dikejutkan oleh berita tentang seorang penulis yang melakukan plagiat pada 24 karya sastra. Sinting! Bagaimana mungkin ia bisa se-hilang akal itu? Bukankah sebagai seorang penulis –atau bahkan siapa pun manusianya — sejak awal mulai mengenal aksara, sudah pasti tahu bahwa plagiasi adalah sebuah kejahatan. Haram!

Yang lebih gila lagi, yang diplagiat itu adalah jenis cerpen sastra, yang kemudian dikirimkan ke beberapa media ternama Indonesia. Akhirnya, ada sebagian karyanya yang dimuat. Entahlah … ini sebuah kepintaran tingkat dewa bisa memilih dan memlagiat hingga 24 karya, atau justru kebodohan yang amat sangat.

Lebih mengejutlah lagi, melihat fakta bahwa plagiator ini adalah seorang penulis yang (katanya) sudah berkemampuan menulis dengan baik. Dengan profilnya waktu itu, seseorang yang digambarkan sebagai sosok sederhana dan pendiam.

Upaya seorang plagiat untuk menjadi penulis profesional yang mendapatkan pengakuan dari dunia literasi, tampaknya salah dipahami. Memplagiat karya orang lain sesungguhnya adalah upaya bunuh diri. Jika sudah begini, bukan masalah plagiator tersebut menyesal atau tidak. Bukan masalah ia berjanji tidak akan mengulangi atau tidak. Serta bukan masalah ia akan bangkit dari keterpurukannya akibat hujatan bertubi-tubi, atau tidak. Pertanyaannya, masihkah dunia percaya? Siapa yang akan percaya, karya yang ia tuliskan bukan hasil dari menjiplak?

Mengingatnya, membuat saya yang masih berjuang keras di dunia ‘ini’ serasa ditampar keras!

Namun, siapa sangka … penulis sekelas J.K Rowling dan Dan Brown pun pernah dihampiri dugaan melakukan plagiat. Dari Indonesia, sekelas Chairil Anwar pun pernah diduga menjiplak karya orang lain. Pada tahun 2010, penulis J.K Rowling disebut dalam perkara hukum yang menyebutnya mencuri ide untuk buku-buku Harry Potter-nya dari seorang penulis Inggris lainnya. Gugatan di salah satu pengadilan di London itu menyebutkan bahwa buku J.K Rowling yang berjudul Harry Potter and  The Goblet of Fire menyalin banyak bagian dari buku Jacob tahun 1987, The Adventures of Willy The Wizard-No 1 Livid Land.

Begitu pula yang terjadi pada Dan Brown. Novelnya yang berjudul The Da Vinci  Code dituduh melakukan plagiat atas novel berjudul The Holy Blood and The Holy Grail karya Michael Baigent dan Richard Lee. Tuduhan lain juga muncul dari seorang novelis lain bernama Lewis Perdue, untuk salah satu novelnya yang berjudul Daughter of God.

Di Indonesia, penyair Chairil Anwar dituduh oleh Hans Bague Jassin, seorang kritikus sastra yang juga bergelar Paus Sastra Indonesia. Hans membandingkan karya puisi Chairil dengan The Dead Young Soldiers karya Archibald MacLeish, penyair Amerika Serikat. Chairil menyanggah hal itu hingga ketegangan antara mereka sempat memuncak pada suatu acara di Gedung Kesenian Jakarta. Chairil dan Hans sempat berkelahi.

Itu sebagian dari nama-nama penulis Indonesia yang terkenal. Lantas, bagaimana yang namanya tidak populer? Seperti yang diungkapkan oleh Pak Bambang Trim,  Ketua Umum Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro) dan Pendiri Institut Penulis Indonesia, bahwa pernah dalam satu bulan, beliau sudah menerima tiga laporan tentang buku-buku rekan penulis yang diplagiat dalam bentuk buku lagi dengan judul yang mirip, atau paling tidak mengandung satu-dua kata kunci dari buku mereka.

Mental-mental plagiat ini memang harus dimusnahkan dari muka bumi. Namun, mengapa kenyataan ini bisa terjadi? Salah satu jawabannya adalah sulitnya melacak. Ada jutaan bahkan mungkin milyaran karya yang tersebar, dan masih terus bertambah setiap detiknya. Jika karya itu adalah sebuah foto atau lukisan, Anda hampir tidak mungkin untuk menjiplaknya. Tetapi jika tulisan, bagaimana Anda bisa menentukan originalitasnya?

Sesungguhnya, di dunia ini tidak ada ide yang benar-benar murni. Ide terbentuk dari pola pikir, cara pandang, dan hasil olah pikiran yang didapatkan dari mendengar, melihat, dan membaca ide orang lain. Jika memang demikian masih bisa dilakukan, mengapa Anda tidak memilih menjadi epigon saja dibanding menjadi plagiator? Epigon adalah orang yang tidak memiliki gagasan baru dan hanya mengikuti jejak pemikir atau seniman yang mendahuluinya. Singkatnya, peniru seniman atau pemikir besar. Itu masih tidak masalah, jika dibandingkan dengan melakukan plagiat. Contoh karya yang banyak ditiru oleh penulis lain misalnya Ayat-Ayat Cinta. Pada awal kemunculannya, novel ini banyak ditiru. Banyak yang menuliskan kisah sejenis, bahkan cover dan nama penulisnya pun senada.

Lantas, apa bedanya kisah tuduhan yang dilayangkan pada novelis J.K Rowling, Dan Brown, serta penyair Chairil Anwar dengan para plagiator recehan di Indonesia? Para penulis level dewa seperti J.K Rowling, Dan Brown, serta penyair Chairil Anwar berhasil membuktikan bahwa semua tuduhan itu salah. Bahkan mereka siap berperang di meja hijau demi membuktikan nama baik dan kredibilitas kemampuan mereka. Sedangkan di Indonesia, para plagiator kelas receh malah dengan bodohnya melakukan bunuh diri secara terang-terangan di perang terbuka.

Sumber Referensi :

  1. https://sains.kompas.com/read/2010/02/19/0405249/jk.rowling.digugat.melakukan.plagiat
  2. https://www.kompasiana.com/prasetyo_pirates/epigon-vs-plagiat_552e5e406ea83483568b456a
  3. https://www.kompasiana.com/bambangtrim/598272b557c78c462c121132/sontoloyo-plagiat-buku-merajalela
  4. http://sastranesia.com/arti-kata-epigon/
  5. http://www.plimbi.com/article/163307/tokoh-ternama-pernah-dituduh-plagiat

 

 

Published by ardhist

Mari bertemu di Instagram @ruangtitikkoma

3 thoughts on “‘Skill’ Kok Njiplak!

Leave a comment